RELATIF.ID, JAKARTA – Kuasa hukum pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara terpilih, nomor urut 1, Hi. Roni Imran dan Ramdan Mapaliey, yang dikenal dengan akronim Romantis, telah mengajukan permohonan sebagai pihak terkait dalam sengketa hasil Pilkada Gorontalo Utara 2024 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Permohonan ini diajukan pada tanggal 6 Januari 2025, berdasarkan PMK Nomor 14 Tahun 2024 yang mengatur tahapan dan jadwal penyelesaian sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi.
Langkah ini, merupakan respons atas gugatan yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 02 dan 03 terhadap hasil rekapitulasi perolehan suara yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gorontalo Utara.
Kuasa hukum pasangan Romantis, Adv. Riyan Nasaru, S.H., CPM, yang juga merupakan pengacara di Lembaga Bantuan Hukum Wahana Keadilan Pohuwato (WKP) Gorontalo, menegaskan bahwa pengajuan permohonan ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh pokok gugatan yang berkaitan dengan pasangan nomor urut 1 dapat dijelaskan dengan benar di persidangan.
“Meskipun gugatan ditujukan kepada KPU Gorontalo Utara sebagai pihak tergugat, materi gugatan yang diajukan oleh para pemohon juga menyinggung tahapan dan proses Pilkada yang melibatkan pasangan Romantis sebagai pemenang. Karena itu, kami mengambil langkah untuk bergabung dalam perkara ini sebagai pihak terkait,” ujar Riyan dalam keterangan tertulisnya yang diterima pada Selasa (7/1/2025).
Selisih Suara yang Signifikan
Riyan menjelaskan bahwa berdasarkan hasil rekapitulasi suara yang telah ditetapkan KPU, pasangan nomor urut 1 unggul dengan selisih suara sebesar 16 persen dibandingkan pasangan calon nomor urut 2. Selisih ini jauh melampaui ambang batas persentase selisih suara yang menjadi syarat formil untuk mengajukan sengketa hasil Pilkada ke MK, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Dengan selisih suara sebesar itu, gugatan ini sebenarnya tidak memenuhi syarat formil. Namun, kami tetap menghormati hak para pemohon untuk melayangkan gugatan dan menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah Konstitusi untuk menilai aspek formil dan materiil dalam perkara ini,” lanjutnya.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi yang Terbatas pada Sengketa Hasil
Lebih jauh, Riyan menyoroti bahwa substansi gugatan para pemohon cenderung lebih menitikberatkan pada dugaan pelanggaran proses administrasi Pilkada, yang sebenarnya merupakan kewenangan Bawaslu atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Jika gugatan ini berfokus pada dugaan pelanggaran proses administrasi, maka itu adalah domain Bawaslu atau PTUN, bukan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, masa sanggah terhadap dugaan pelanggaran administrasi juga telah berlalu, sehingga gugatan ini kurang relevan untuk dibawa ke MK, yang seharusnya hanya menangani sengketa hasil Pilkada,” tegasnya.
Riyan juga menegaskan bahwa pihaknya percaya Mahkamah Konstitusi akan bertindak profesional dan independen dalam menangani perkara ini, termasuk memastikan bahwa aspek kewenangan MK tidak dicampuradukkan dengan urusan pelanggaran administrasi pemilu.
Saat ini, pasangan Romantis dan tim kuasa hukumnya masih menunggu jadwal sidang yang akan ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi untuk perkara sengketa Pilkada Gorontalo Utara.
Penulis: Beju
Editor: Tim Redaksi