RELATIF.ID, GORONTALO___RKUHP kini kembali hangat dibicarakan sejak sempat ditunda pengesahannya oleh Presiden pada tahun 2019 lalu, dan kini 2022 kembali hangat sejak draft RKUHP diterima oleh masyarakat umum.
Ada sejumlah Pasal yang termuat di dalam RKUHP yang masih kontroversial, misalnya Pasal Penghinaan Presiden, Penghinaan terhadap Lembaga Pemerintahan, Kohabitasi dan lain-lain.
Sebagai organisasi kemahasiswaan yang memegang peran penting dalam menjaga nilai-nilai intelektual dan juga meraih perubahan di tengah kehidupan bangsa, PMII menggelar diskusi Kacamata Pergerakan di Universitas Gorontalo Food Center. Jum’at (22/07/2022).
Berkaitan dengan hal ini, Ketua Cabang PMII Kabupaten Gorontalo Yusril Katili mengatakan, dengan menanyakan RKUHP ini masih sama dengan produk kolonialis atau nasionalis.
“Selain untuk merawat nalar, kegiatan ini juga untuk berbagi informasi serta bertukar fikiran sebagai bentuk kecintaan kita terhadap ilmu dan negara”, ujar Yusril Katili.
” Narasumbernya merupakan alumni dari PMII Kabupaten Gorontalo, Ismail Abdul Kadir, S.IP. dan Noval Katili, S.H. yang pernah juga menjabat sebagai ketua cabang PMII Kabupaten Gorontalo.”Tambahnya.
Ditempat yang sama, Noval Katili, menyoroti beberapa Pasal yang ada didalamnya, seperti Pasal Penghinaan Presiden dan Pasal Penghinaan terhadap Lembaga.
“Pada dasarnya, setuju dengan adanya KUHP baru, karena merupakan kebanggaan juga kita memiliki KUHP yg sesuai dengan perkembangan hukum modern dan kepentingan hukum nasional yang berciri ketimuran.”ucap Noval.
“Hanya saja pada pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum masi terjadi perbenturan norma dan multitafsir karena institusi presiden yang di lindungi harkat dan martabatnya berbeda dengan lembaga kekuasaan umum. Sehingga hal itu tidak perlu di atur.” Tegasnya.
Dan soal pasal perlindungan presiden kata, Noval memang penting untuk di lakukan pengaturan mengingat presiden sebagai simbol kewibawaan negara.
“Saya kira pasal penghinaan presiden dengan delik aduan, dengan alasan pemaaf di dalam normanya sudah cukup baik dan tidak akan mengganggu kebebasan berekspresi”,Katanya.
Selain itu, Ismail Abdul Kadir, yang juga merupakan Tenaga Ahli DPR RI saat menjadi narasumber menjelaskan, RKUHP ini sangat nasionalis, sebab dibahas sejak tahun 60-an, namun memang masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki di dalamnya.
” Hadirnya RKUHP yang sekarang ini justru lebih soft karena tujuan hukum yang bukan hanya retribusi/pembalasan tapi juga lebih manusiawi.”jelas Ismail
Untuk diketahui, Kegiatan diskusi ini dihadiri oleh mahasiswa-mahasiswa dari beberapa kampus di Gorontalo, pimpinan-pimpinan organisasi intra maupun ekstra, dan juga para praktisi hukum, yang merespon balik narasumber dengan pertanyaan dan sanggahan sehingga diskusi berjalan dua arah.(Val/Relatif.id).