RELATIF.ID, GORONTALO – Pemadaman listrik selama 2×24 jam yang melanda wilayah Sulawesi Utara hingga Gorontalo menuai sorotan tajam dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) KIBAR. LSM ini mendesak PT PLN Suluttenggo untuk bertanggung jawab atas kerugian yang dialami masyarakat, baik secara materiil maupun non-materiil.
Ketua LSM KIBAR, Hengki Maliki, menilai pemadaman tersebut bukan sekadar gangguan teknis, melainkan bentuk kegagalan layanan publik yang harus dipertanggungjawabkan oleh PLN.
“Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jelas mengamanatkan bahwa konsumen berhak mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang timbul akibat kelalaian penyedia jasa,” tegas Hengki.
Ia juga menyoroti subsidi besar yang diberikan pemerintah kepada PLN. Menurutnya, subsidi tersebut seharusnya mampu meningkatkan kualitas layanan. Namun, kenyataannya, pemadaman berkepanjangan dan lonjakan listrik pasca-pemadaman justru menimbulkan kerugian di kalangan masyarakat.
“Dengan tarif listrik yang terus meningkat, konsumen layak mendapatkan pelayanan maksimal. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, layanan buruk yang memberatkan konsumen,” ujarnya.
Selain menuntut kompensasi bagi masyarakat, LSM KIBAR juga meminta aparat penegak hukum (APH) untuk mengaudit pengelolaan anggaran di PLN Suluttenggo. Hengki menduga adanya indikasi penyimpangan dana yang berkontribusi pada buruknya layanan kepada masyarakat.
“Subsidi pemerintah yang begitu besar tidak terlihat manfaatnya. Jika ada penyimpangan, maka pihak terkait harus bertanggung jawab. Ini penting untuk melindungi hak-hak konsumen,” katanya.
Pemadaman listrik selama dua hari ini telah menyebabkan kerugian besar, terutama bagi pelaku usaha kecil. Sejumlah pengusaha UMKM di Bone Bolango mengaku tidak dapat menjalankan aktivitas produksi, sehingga kehilangan pendapatan.
“Mesin produksi kami mati total. Kami harus tetap membayar pekerja meskipun produksi terhenti. Ini kerugian besar,” ujar seorang pengusaha.
Kerugian non-materiil juga dirasakan masyarakat. Banyak warga melaporkan kerusakan peralatan elektronik akibat lonjakan listrik pasca-pemadaman. “Kulkas saya rusak setelah pemadaman, tetapi PLN tidak mau bertanggung jawab. Padahal, kami selalu bayar listrik tepat waktu,” keluh seorang warga.
LSM KIBAR mendesak PLN Suluttenggo segera memberikan klarifikasi dan solusi konkrit untuk menghindari kasus serupa di masa depan. Mereka juga meminta pemerintah dan aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap pengelolaan PLN.
“Ini bukan hanya soal listrik padam. Ini tentang hak konsumen yang dilanggar dan subsidi yang tidak dimanfaatkan dengan baik. Pemerintah harus memastikan pengelolaan anggaran PLN transparan dan bertanggung jawab,” pungkas Hengki.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PLN Suluttenggo belum memberikan tanggapan resmi atas desakan LSM KIBAR maupun permintaan audit dari aparat penegak hukum. Masyarakat kini menanti langkah konkret dari pihak berwenang untuk menyelesaikan persoalan ini.
Hal ini dinilai merugikan konsumen secara materiil maupun non-materiil, dan LSM KIBAR menilai bahwa PLN wajib memberikan kompensasi sesuai dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Ketua LSM KIBAR, Hengki Maliki, menegaskan bahwa pemadaman ini bukan sekadar gangguan teknis biasa. Menurutnya, sebagai penyelenggara jasa layanan publik, PLN memiliki kewajiban memberikan pelayanan maksimal kepada konsumen. “Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, PLN wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen akibat pemadaman tersebut,” ujar Hengki.
Hengki menyebutkan bahwa besarnya biaya operasional PLN yang dibiayai oleh subsidi pemerintah seharusnya mampu memberikan pelayanan yang lebih maksimal. Terlebih, tarif listrik terus meningkat dari waktu ke waktu, sementara layanan yang diberikan kepada masyarakat dinilai tidak sebanding.
“Seharusnya, dengan adanya subsidi besar dan tingginya biaya KWH yang dibebankan kepada konsumen, PLN dapat memberikan pelayanan yang lebih baik. Namun yang terjadi justru sebaliknya, pemadaman listrik berkepanjangan dan aturan sepihak yang memberatkan konsumen,” tegas Hengki.
Tidak hanya meminta ganti rugi, LSM KIBAR juga meminta aparat penegak hukum (APH) untuk segera melakukan audit dan investigasi terhadap pengelolaan anggaran di tubuh PLN Suluttenggo. Hengki menduga ada indikasi praktik korupsi yang menyebabkan layanan kepada masyarakat menjadi buruk.
“Indikasi ini perlu diselidiki lebih lanjut. Pemerintah telah menggelontorkan subsidi besar untuk PLN, tetapi faktanya pelayanan kepada konsumen semakin menurun. Jika ada penyimpangan anggaran, maka pihak terkait harus bertanggung jawab,” pungkasnya.
Pemadaman listrik selama 2×24 jam telah memicu kerugian di kalangan masyarakat, terutama pelaku usaha kecil dan rumah tangga pada wilayah Sulawesi Utara Hingga Gorontalo. Sejumlah pengusaha UMKM mengaku mengalami kerugian besar akibat terhentinya aktivitas produksi.
“Produk yang harusnya kami selesaikan tepat waktu menjadi tertunda. Mesin-mesin produksi tidak bisa dijalankan, sementara kami harus membayar upah pekerja. Ini jelas kerugian besar bagi kami,” ujar seorang pelaku UMKM di Bone Bolango.
Sementara itu, masyarakat umum juga mengeluhkan kerugian dari sisi non-materiil. Beberapa warga mengaku peralatan elektronik mereka rusak akibat lonjakan listrik pasca-pemadaman. “Kulkas saya rusak setelah pemadaman, dan PLN tidak mau bertanggung jawab. Padahal kami sudah bayar listrik tepat waktu,” keluh seorang warga.
Selain tuntutan ganti rugi, LSM KIBAR juga mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera memeriksa pengelolaan keuangan dan anggaran di PLN Suluttenggo. Hengki Maliki mengungkapkan bahwa aturan-aturan sepihak yang diterapkan PLN dinilai melanggar hak-hak konsumen.
“Jika dibiarkan, maka praktik ini akan terus merugikan masyarakat. Oleh karena itu, kami meminta aparat penegak hukum untuk memanggil pihak-pihak yang bertanggung jawab di PLN Suluttenggo guna dilakukan pemeriksaan terkait pengelolaan keuangan dan pelanggaran hak-hak konsumen,” tegas Hengki.
LSM KIBAR berharap pemerintah dan aparat penegak hukum segera bertindak tegas terhadap permasalahan ini. Mereka juga meminta PLN Suluttenggo memberikan klarifikasi dan solusi konkrit agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.
“Ini bukan sekadar soal listrik padam. Ini tentang hak-hak konsumen yang dilanggar, tentang subsidi yang tidak dimanfaatkan dengan baik, dan tentang perlunya pengelolaan anggaran yang lebih transparan. Jangan sampai masyarakat terus-menerus menjadi korban,” tutup Hengki.
Penulis: Beju