RELATIF.ID – Gorontalo – Persyaratan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) kerap menjadi tantangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, terutama terkait riwayat kredit dalam BI Checking atau Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kondisi ini sering kali menjadi kendala bagi mereka yang ingin memiliki rumah sendiri.
Menanggapi hal tersebut, Owner Tulus Group Gorontalo, Dr. Hi. Arifin Jakani, S.Ag., SE., MM., menyampaikan pentingnya mencari solusi agar akses pembiayaan perumahan menjadi lebih inklusif. Saat dihubungi dari Jakarta, Arifin menyatakan bahwa dirinya akan menyampaikan langsung permasalahan ini kepada Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), serta OJK Pusat.
“Kami memahami bahwa sistem perbankan memiliki regulasi yang harus dipatuhi, namun di sisi lain, masih banyak masyarakat yang sebenarnya mampu membayar cicilan rumah tetapi terhambat oleh riwayat kredit di masa lalu. Padahal, hunian layak adalah kebutuhan mendasar yang seharusnya dapat diakses lebih luas,” ujar Arifin Jakani.
Menurutnya, diperlukan keseimbangan antara prinsip kehati-hatian perbankan dan kebijakan yang lebih fleksibel bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Salah satu usulan yang akan ia sampaikan adalah mempertimbangkan batas toleransi terhadap riwayat kredit macet dalam proses persetujuan KPR, agar masyarakat tetap memiliki kesempatan mendapatkan hunian yang layak.
“Kami berharap ada kebijakan yang lebih inklusif, sehingga masyarakat yang benar-benar membutuhkan rumah dapat mengakses pembiayaan dengan lebih mudah. Ini akan menjadi salah satu hal yang kami bahas dengan pihak terkait, termasuk OJK Pusat,” tambahnya.
Lebih lanjut, Arifin menekankan bahwa pemerintah perlu menetapkan kebijakan nyata untuk menunjang program pembangunan 3 juta rumah yang telah dicanangkan. Menurutnya, langkah ini akan memberikan dampak besar bagi masyarakat serta mendorong pertumbuhan sektor properti secara keseluruhan.
Tulus Group Gorontalo berharap adanya sinergi antara pemerintah, perbankan, dan OJK dalam merumuskan kebijakan yang dapat memperluas akses kepemilikan rumah, tanpa mengesampingkan prinsip kehati-hatian dalam sistem keuangan
