RELATIF.ID, GORONTALO_ Satu hal yang perlu diingat sebagai penyelenggara pemilu adalah, apabila ia dikenakan sanksi etik diberhentikan, maka sepanjang itu juga ia tidak akan bisa menjadi penyelenggra pemilu.
Hal tersebut disampaikan Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (P3S) Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Gorontalo, Wahyudin M. Akili, saat memberikan materi bimbingan teknis (Bimtek) Panitia Pemungutan Suara (PPS) Pilkada 2024, di Gedung Dinar Gren Hall, Kecamatan Limboto, Sabtu (01/06/2024).
“Bagi saya satu hal dipunyai oleh penyelenggra pemilu adalah kehormatan, Penyelenggara pemilu harus senantiasa menjaga kehormatan,” pinta Wahyudin Akili.
Ia menjelaskan, sanksi penyelenggra pemilu berbeda dengan sanksi pidana korupsi. Tindak pidana korupsi diputuskan 5 tahun. Setelah itu, ia bisa mencalonkan diri sebagai peserta pemilu.
“Tapi penyelenggra Pemilu, kapan ia diberhentikan, maka mulai dari situ, 10 tahun, 20 tahun kalau dia masih hidup, maka tidak boleh lagi sebagai penyelenggara pemilu,” jelasnya
Terakhir, Wahyudin berharap, anggota PPS dapat memahami regulasi Penyelenggra Pemilu, terutama regulasi teknis yang sifatnya pengawasan.
“Sehingga pahami regulasi secara teknis, kemudian pelajari regulasi yang sifatnya pengawasan,” tuturnya.
Pewarta: Beju
