SEKOLAH KADER PENGAWASAN PARTISIPATIF
Civil Society And The Guardian Of Democracy
Oleh : Alvian Mato
Relatif.id – Indonesia akan maju melalui jalan demokrasi jika kita semua telah tercerahkan dan tercerdaskan, kira-kira inilah yang menjadi dasar filosofis yang memungkinkan terciptanya sekolah kader yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Benar bahwa dalam demokrasi semua memiliki peluang yang sama dan kesempatan yang sama. Sistem egalitarian termaktub dalam sistim demokrasi kita. Duduk sama rata berdiri sama tinggi. Suara professor akan sama dengan suara seorang penjahat. Dalam tataran konsep ini sangat ideal tapi dalam tataran praktis ini sangat tidak menyehatkan. Tapi itulah kenyataan perekrutan pemimpin melalui sistem demokrasi. ini Tidak bisa sepenuhnya disalahkan jika penjahat mampu mengalahkan dan memimpin seorang professor. Semua memiliki kesempatan yang sama untuk menang tergantung pilihan dan partisipatif masyarakat. Memang kelihatan tidak ideal jika penjahat menjadi kepala daerah mengalahkan profesor tetapi oleh Cak Nur pilihan ini mungkin masih lebih baik ketimbang sistim pemerintahan kita didesain sekali seumur hidup tanpa memberikan peluang sama bagi rakyat Indonesia tanpa melihat latar belakang dan strata sosial seseorang. Desain sekali seumur hidup bukan sistem demokrasi tetapi lawan demokrasi yakni otoritarianisme
Nurcholis Madjid menyebut Demokrasi adalah cara hidup. Sebagai cara hidup ia memiliki salah satu hak asasi manusia yang merupakan kebebasan nurani dan hak untuk ikut menentukan proses-proses yang mempengaruhi hidup dirinya dan hidup orang banyak. Sebagai cara hidup demokrasi memiliki mekanisme untuk mampu mengoreksi dan meluruskan dirinya sendiri serta mendorong pertumbuhan dan perkembangan kearah yang lebih baik.
Lebih lanjut Nurcholis Madjid menyatakan bahwa Demokrasi merupakan cara hidup yang sifatnya dinamis bukan statis. Sebagai kategorisasi yang dinamis selalu berada dalam keadaan terus bergerak baik secara negatif (mundur) dan positif (maju). Karena sifat demokrasi yang terus bergerak sehingga menimbulkan implikasi perubahan dan perkembangan. Produk demokrasi bukan sekali jadi untuk selamanya, demokrasi terus tumbuh dan berkembang tergantung partisipasi masyarakat. Jika partisipasi cenderung negatif maka demokrasi menuju kemunduruan. jika demokrasi positif maka demokrasi menuju pada kebaikan. Dalam demokrasi tidak mengenal kemutlakan.
Contoh demokrasi yang bergerak kearah kemunduran seperti terjadi di Provinsi Papua kabupaten Yalimo dimana beberapa kantor pemerintah kantor KPU, kantor Bawaslu, kantor Gakkumdu, kantor DPRD, kantor dinas kesehatan, kantor BPMK, kantor Perhubungan, Bank Papua hangus dibakar oleh masa pendukung paslon 01 Edrdi Dabi & Jhon Wilil yang dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi gugur sebagai pasangan calon kepala daerah tahun 2021. Meskipun sebuah kemunduran dan kemajuan merupakan sebuah keniscayaan dalam demokrasi, bukan berarti demokrasi bebas nilai. Yang terjadi di Provinsi Papua dan Kabupaten Yalimo adalah kegagalan mewujudkan demokrasi partisipaif kearah kemajuan. Internalisasi nilai-nilai demokrasi yang berkemajuan sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem demokrasi harus mewujud dalam tindak laku berupa Menghargai perbedaan pendapat, Memahami dan menyadari keanekaragaman masyarakat, Pengendalian diri, Kemanusiaan dan kebersamaan dan Ketaatan pada peraturan yang berlaku.
Polemik Pilkada seperti yang terjadi di kabupaten Yalimo serta Dinamika yang terjadi didalam masyarakat memang rumit dan kompleks tetapi bukan berarti demokrasi dibiarkan berjalan natural tanpa ada intervensi sosial untuk mewujudkan demokrasi yang berkemajuan. Demokrasi berkemajuan harus di topang oleh sikap pengawasan sosial dan pengimbangan, karena sikap tabah dan tulus untuk medahulukan kepentingan Negara dan kepentingan umum serta menyisihkan kepentingan pribadi atau golongan sendiri semata merupakan hal yang amat berat. Sebab ada kecendrungan setiap orang kepada egoisme dan mendahulukan vested interestnya sendiri.
Oleh karena itu demokrasi menuntut adanya tanggung jawab yang tinggi yang terbebas dari sikap egoism dan vested interest. Kata Nurcholis Madjid yang biasa disapa cak nur demokrasi perlu dibuatkan rumah, yang disebut sebagai civil society atau masyarakat madani Atau sekolompok orang yang memiliki visi pembebasan, pengawasan sosial dan bertanggung jawab tinggi atas keberlangsungan sistem demokrasi di Indonesia. Sekolompok orang yang memiliki visi pengawasan sosial, pengawasan partisipatif, bertanggung jawab tinggi perlu diorganisir untuk meminimalir konflik interest dimasyarakat dan gerbong penjaga demokrasi (the guardian of democracy). Dalam adigium umum selalu didengungkan bahwa kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisir. Oleh karena itu penyelenggara pemilu perlu menginisiasi terciptanya masyarakat yang tercerahkan dan tercerdaskan agar demokrasi tidak terjerumus pada kemunduran. Salah satunya bisa terwujud melalui sekolah kader pengawasan partisipatif di galakan Bawaslu.
Kader dalam bahasa Hariqo Wibawa Sastra merupakan tenaga penggerak organisasi dan sebagai benteng organisasi,. Secara kualitatif kader berarti memiliki mutu, kesanggupan kerja dan berkorban yang lebih besar daripada anggota masyarakat biasa. Kader adalah anggota inti. Kader merupakan benteng dari serangan luar penyelengan dari dalam. Kader merupak sosok yang mampu membina dirinya, kelompoknya dan mampu mempengaruhi masyarakat sekitarnya. Kader adalah tenaga penggerak organisasi yang mampu memahami sepenuhnya dasar dan idelogi perjuangan. Kader merupakan tulang punggung organisasi, pelopor, penggerak, pelaksana dan penyelamat cita-cita bangsa yang tetap berorientasi pada pancasila dan konstitusi. Dengan Kata Lain Kader Merupakan Sosok Yang Memiliki Kesadaran Rasional Dan Kesadaran Emosional
Kader pengasan partisipatif bukan hanya sekedar orang yang di didik untuk memahami demokrasi dalam bacaan tetapi lebih dari itu ia aktif sebagai pekerja untuk kebenaran universal, dia tidak menjadi hamba pada kepentingan politik tertentu apalagi demi hanya untuk makan. Seorang kader pengawasan partisifatif adalah seorang intelektual yang memiliki tanggung jawab sebagai pejuang dan penjaga demokrasi. Pun demikian kader pengawasan partisipatif bukanlah orang yang berdiri diatas asas kemanfaatan dengan melanggar semua standar-standar keintelektualannya hanya demi sebuah kebenaran semu.
Ada kriteria yang harus terbangun dalam diri seorang kader pengawasan partifipatif, pertama, ia tidak takut untuk mengungkap dan meyuarakan kebenaran. Dia akan begitu aktif dalam melaporkan atau memberi petunjuk jika ditemukan dalam pandangan dia terdapat pelanggaran pemilu. Kedua, berkepribadian mandiri dan menjadi penetrasi atas pergolakan isu politik dilingkungannya. Dia tidak mau ditungai oleh kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.dan ketiga, dalam pemilu ia menjadi agen of change atau agen perubahan dan bukan subject of change atau yang diubah oleh lingkungannya. Dia menjadi sang pembaharu kecil dalam tradisi politik disekitarnya jika sekirannya terdapat tradisi “Kejahatan Politik” dilingkungnnya. Keempat, menjunjung tinggi Integritas, perilaku yang bermartabat dan bertanggung jawab; kelima Transparansi, keterbukaan dalam batas normatif; keenam. Professional, menjaga dan menjalankan keahlian profesi dan mencegah benturan kepentingan dalam menjalankan tugas; ketujuah. Akuntabilitas, kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban kepada pihak yang meminta pertanggungjawaban; dan kedelapan. Kebersamaan, saling mendukung dalam menjalankan tugas dan tidak egois.
Selain ditanamkan nilai-nilai demokrasi dalam jiwa sang kader penting juga mengasah nalar jiwa mereka melalui, pertama pengembangan Karakter Pengawas Pemilu partisipatif, membangun integritas diri atau moralitas, kerelawanan, Perspektif gender, disabilitas dan kelompok rentan. Kedua, membangun pemahaman tentang Demokrasi Dan Kepemiluan yang meliputi, Dasar-dasar demokrasi dan Sistem Politik dan Kepartaian; Pemilu di Indonesia. Ketiga membangun Kecakapan Dasar Pengawas Partisipatif dan Kecakapan digital melalui media sosial untuk pengawasan partisipatif
Dalam buku sekolah kader pengawasan partisifatif tingkat dasar, sekolah kader pengawasan partisipatif atau SKPP dirancang dengan tujuan , pertama, Meningkatkan pengawasan partisipatif masyarakat. Harapkan akan semakin banyak pihak yang mengetahui tugas, pokok dan fungsi pengawasan Pemilu dan Pilkada sehingga jumlah masyarakat pemilih yang terlibat dalam proses Pemilu semakin meningkat. Kedua, Sarana pendidikan Pemilu dan Pilkada bagi masyarakat. Dengan SKPP diharapkan ada fasilitas yang baik dan optimal yang menjadi jembatan bagi masyarakat untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan melakukan pengawasan partisipatif. Ketiga, Pembentukan pusat pendidikan pengawasan Pemilu dan Pilkada yang berkesinambungan. Keempat, Menciptakan aktor-aktor pengawas dan kader Penggerak Pengawasan Partisipatif.
Dari SKPP diharapkan lahir aktor-aktor pelaku pengawasan partisipatif Pemilu dan Pilkada serta kader yang menggerakkan masyarakat untuk turut mengawasi Pemilu dan Pilkada di semua lapisan masyarakat yang ada di Indonesia. Dengan begitu, pihak yang memiliki kemampuan untuk menjadi contoh pelaku demokrasi dalam proses Pemilu dan Pilkada meningkat.
Hasil yang diharapaka dari kegiatan SKPP ini yakni. Pertama untuk jangka pendek, Peserta atau anak didik Sekolah Kader Pengawas Pemilu Partisipatif mampu menjadi pengawas pemilu partisipatif dan penggerak masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan pemilu secara partisipatif di daerahnya masing-masing. Kedua, Jangka Panjang, Program ini dapat berkesinambungan dan menjadi model pengawasan pemilu partisipatif yang dapat dilaksanakan pada Pemilu-Pemilu selanjutnya. Tujuan lainnya untuk menangkal radikalisme politik, hoax dan kerelaan menerima produk hukum pemilu. Selain itu SKPP untuk membangun kesadaran politik bahwa melampiaskan kekecewaan dengan merusak fasilitas umum adalah kebodohan.
Adapun Nilai – nilai Demokrasi yang tertanam didalam lubuk jiwa seorang kader pengawasan partisfatif adalah sebagai masyarakat madani (civil society) yakni memiliki jiwa Toleransi, Menghargai perbedaan pendapat, Memahami dan menyadari keanekaragaman masyarakat, Terbuka dan menjunjung tinggi nilai-nilai dan martabat manusia, Pengendalian diri, Kemanusiaan dan kebersamaan, Kepercayaan diri, Ketaatan pada peraturan yang berlaku.
Dengan demikian akan lahir sosok-sosok yang memiliki jiwa dan pemikiran demokrasi sejati. Yakni masyarakat yang damai, tidak mudah terprovokasi, sejahtera, terbuka, maju, sikap saling pengertian antara sesama anggota masyarakat, toleransi yang tinggi, memiliki sanksi moral dan tercerahkan atau yang lebih dikenal sebagai Civil Society (masyarakat madani). Civil Society atau masyarakat madani akan menciptakan aktor intelektual yang menjadi pelindungi dan penjaga demokrasi di Indonesia atau dikenal the guardian of democracy.