RELATIF.ID, GORONTALO – Belakangan ini, Andi Taufik, mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Gorontalo, kerap menerima laporan dari masyarakat soal maraknya aksi penarikan paksa kendaraan oleh debt collector.
Fenomena ini, kata Andi, menjadi dilema tersendiri lantaran masih banyak debt collector yang abai terhadap prosedur hukum.
“Sering kali, upaya penarikan oleh debt collector dilakukan dengan tindakan intimidatif yang berbau premanisme. Ini menjadi pekerjaan rumah aparat penegak hukum untuk segera melakukan penertiban,” ujar Andi, Sabtu (17/5/2025).
Menurut dia, penarikan kendaraan bermotor tidak bisa dilakukan sembarangan. Debt collector, tegas Andi, tidak memiliki kewenangan untuk menarik paksa kendaraan dari tangan debitur.
“Penarikan harus melalui proses hukum dan putusan pengadilan. Jika terdapat tindakan penarikan paksa, maka masyarakat berhak melaporkannya ke kepolisian karena itu adalah tindakan pidana,” ucapnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa proses eksekusi kendaraan mesti mengacu pada aturan yang sah.
“Penarikan harus melalui permohonan eksekusi ke pengadilan dan dibuktikan dengan adanya sertifikat fidusia, surat kuasa, atau surat tugas penarikan,” kata dia.
Ia pun mendorong masyarakat untuk tidak ragu melapor apabila mengalami intimidasi atau penarikan paksa oleh pihak ketiga.
“Saya berharap pemberitaan ini bisa memberi edukasi kepada masyarakat bahwa penarikan kendaraan harus melewati proses hukum yang berlaku,” tutup Andi.
Penulis: Beju