Kebijakan Pemerintah Tidak Pro Rakyat, Ariksal Bahrudin: Sejarah Orde Baru Mengingatkan Kita

RELATIF.ID, GORONTALO___Indonesia merupakan penduduk terbanyak pada urutan ke empat dari seluruh Negara dunia, kehidupan masyarakat indonesia yang tidak terlepas dari hubungan sosial dengan terdapat berbagai budaya dan bahasa yang berbeda serta kebutuhan dasar.

Namun masyarakat indonesia mampu beradaptasi dengan lingkungan sosial tersebut dengan semangat gotong royong. Hal ini di ungkapkan oleh, Ariksal Bahrudin selaku Ketua umum HMI komisariat FISIP Universitas Ichsan, Sabtu (09/04/2022).

Menurutnya, Situasi Indonesia saat ini merupakan langkah yang tidak dapat berbuat apa-apa oleh masyarakat sosial, sehingga menghambat nilai ekonomi masyarakat menurun drastis dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya pada saat Virus Covid-19 masuk ke indonesia.

“Kebutuhan pokok saat ini, mengalami kelangkaan cukup memberikan respon tanggapan masyarakat dimana menanyakan kepada pemerintah bahwa bukankah indonesia merupakan penghasil sawit terbesar ke satu di dunia dan penghasil minyak bumi terbesar di asia tenggara?”,ujar Ariksal

Dengan kondisi kelangkaan ini, masyarakat melakukan antrian demi memenuhi kebutuhan sehari terkait minyak goreng dan minyak bumi.

“Mengutip data dari kementerian pertanian indonesia pada tahun 2019, bahwa luas tanah perkebunan sawit Indonesia mencapai 16,38 juta hektare yang tersebar di 26 Provinsi. Serta yang dilansir dalam media suara.com bahwa Data gabungan pengusaha kelapa sawit indonesia (Gapki) menyebut produksi minyak sawit mentah di tahum 2021 mencapai 46,88 juta ton di bandingkan di tahun 2020 yang mencapai 47,03 juta ton. Dalam jumlah ini, dapat dikatakan msaih memenuhi kebutuhan masyarakat, namun dalam bulan suci Ramadhan kelangkaan minyak goreng berakibat harga naiknya minyak goreng tersebut.”papar Ariksal Bahrudin.

“Realitas sosial yang terjadi pada kelangkaan minyak goreng dan bahan bakar minyak (BBM) dapat menimbulkan konflik secara fisik maupun lisan dikarenakan masih ada oknum-oknum yang menimbun minyak goreng dan bahan bakar minyak (BBM).” Lanjutnya.

Ariksal menjelaskan, Indonesia sebagai penghasil bahan bakar minyak terbesar di asia tenggara, Indonesia yang saat bukan lagi sebagai pengekspor BBM melainkan pengimpor. Dan ini perlu diperhatikan pemerintah pusat maupun daerah lebih khususnya Provinsi Gorontalo untuk lebih dalam membentuk pengaturan yang lebih efisien.

“Ketika kelangkaan tersebut tidak dapat diselesaikan maka dapat dikatakan bahwa pemerintah saat ini bukan sibuk mencari solusi tapi sibuk mencari koalisi dalam menghadapi konstestasi politik di tahun 2024 mendatang. Dan kami, yang merupakan bagian dari masyarakat akan datang ke pemerintah untuk menyampaikan bahwa keadilan sosial ekonomi dan nilai demokrasi yang saat ini pemerintah menganggap bagian dari pemerintah.”Tegasnya.

Terkait dengan perpanjangan masa jabatan Presiden kata Ariksal itu, merupakan tindakan yang melecehkan entitas demokrasi sebagai bagian dari masyarakat. Dalam Undang-undang tentang kekuasaan pemerintahan Negara dijelaskan dalam pasal 7 bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

“Jelas bahwa konstitusi telah mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden. Dan untuk saat, indonesia mengalami krisis bukan dalam konsteks keadaan genting, tapi merupakan suatu pengalihan isu. Sehingga dapat menutup sebagian kasus besar, seperti kita melihat di tahun 2020 terkait dengan omnibuslaw, yang coba benturkan dengan covid-19 sehingga dapat mengesahkan Undang-undang tersebut.”Katanya.

“Sejarah orde baru akan kembali mengingatkan kita bahwa soeharto pernah dilengserkan atas semangat gerakan mahasiswa yang saat menginginkan kepemimpinan soeharto sudah cukup karena di akibatkan kepemimpinan yang bersifat otoriter serta krisis moneter yang terjadi saat itu.”tutup ketua Komisariat FISIP tersebut.(Win/Relatif.id).

You might also like
Verification: 436f61bca2cedeab