Mantan Ketua DPRD Provinsi Gorontalo Dr. Rustam Hs. Akili penuhi panggilan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Gorontalo sebagai saksi perkara Gorontalo Outer Ring Road (GORR) yang menjerat mantan Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Gorontalo Asri Banteng, Senin (08/02/2021).
Kepada Awak Media, Rustam mengatakan, dirinya selama menjabat sebagai Ketua DPRD Provinsi Gorontalo tidak pernah menerima tembusan soal Penetapan Lokasi (Penlok), dan baru mengetahui saat dirinya diperiksa pada 2019.
” Saya sudah jelaskan, ada tadi pertanyaa soal Penetapan Lokasi, jadi harusnya mengikuti Amdal dulu setelah itu Lokasinya. Ini mohon maaf ya, saya tahu ada Penlok itu setelah saya di periksa pada 2019. Diperlihatkan apakah ini ada tembusan ke DPRD ? saya bilang tidak pernah. Tanggal 23 Agustus 2013 kalau saya tidak salah itu ditetapkan lokasinya, kemudian Amdal keluar Desember 2013, salah satu rekomendasi dari Amdal tidak merekomendasikan di situ, misalnya tanahnya berbatu, mudah longsor, ada hutan lindung dan lain sebagainya,” katanya sebagaimana dilansir dari media Butota.id jaringan Forwaka Gorontalo.
Lebih lanjut, Dosen pisikologi anti korupsi di Universitas Gorontalo ini memaparkan, bahwa Masalah GORR tersebut telah melanggar Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
” Itu ada persyaratannya di situ, harus masuk di tata ruang, RPJMD, dan Program Strategis Nasional, ini yang tidak dipenuhi. Yang jadi persoalan adalah kurang lebih 80% tanah negara dibayar oleh negara, oleh karena itu kerugian negara mencapai kurang lebih 43 milyar rupiah. Jika uang 43 milyar itu untuk mengentaskan kemiskinan, maka rakyat Gorontalo yang miskin kurang lebih 15-17 persen itu akan terentaskan setengahnya,” papar Rustam.
Oleh karena itu, sebagai warga Gorontalo Rustam berharap, terkait dengan perkara Korupsi GORR tersebut menghasilkan keputusan yang seadil-adilnya bagi siapapun yang terlibat.
” Seorang Pemimpin itu harus bertanggung jawab kepada apa yang dia laksanakan, tidak mungkin bawahan yang salah dong. Ini kan programnya Gubernur yang dituangkan dalam Visi-Misi, dari situ awalnya. Kan Program Gubernur pertama adalah Prodira, program untuk rakyat sebenarnya tapi diplesetkan menjadi pendidikan gratis, kedua kesehatan gratis, ketiga infrastruktur, dan keempat adalah ekonomi kerakyatan “. harapnya
Rustam menegaskan, bahwa program tersebut gagal dan ambisius, karena seharusnya program tersebut telah selesai pada 2017.
“Gagal dan ambisius, silahkan terjemahkan aja. Seharusnya program tersebut selesai pada 2017, sudah dua tahun anggaran infrastrukturnya dikembalikan karena lahan belum dibebaskan dan ada jurang besar itu,” Tegasnya (R2)